Senin, 24 November 2014

Ringkasan - Wa Misna







RINGKASAN SKRIPSI

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE TEKA-TEKI SILANG KONSEP TUMBUHAN PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 TENGAH TENGAH




OLEH



WA MISNA
NPM  2010 15391








PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON
2014




RINGKASAN SKRIPSI


UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI METODE TEKA-TEKI SILANG KONSEP TUMBUHAN PADA MATA PELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 TENGAH TENGAH




OLEH



WA MISNA
NPM  2010 15391



Disetujui Oleh














DAFTAR ISI


Judul dan Identitas Program Studi .............................................................................................                 i
Lembar Pengesahan Tim Pembimbing .....................................................................................                 ii
Daftar Isi .........................................................................................................................................                 iii
Abstrak ............................................................................................................................................                 iv
BAB I       : Pendahuluan .............................................................................................................                 1
BAB II      : Tinjauan Pustaka …………………………………………………..................                 3
BAB III     : Metode Penelitian ………………………………………………….................                 6
BAB IV     : Hasil dan Pembahasan ..........................................................................................                 9
BAB V       : Kesimpulan, Saran dan Daftar Pustaka …………………………….............                 18



















ABSTRAK

Wa Misna : 201015391, “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Teka Teki Silang Konsep Tumbuhan Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Tengah Tengah”. (Pembimbing I) Ir. Alwi Smith, M.Si, (Pembimbing II) Farida Bahalwan, S.Pd, M.Pd.


Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan salah satu pelajaran inovatif yang merupakan gabungan dari sains yang pada hakikat intinya sama-sama merangkup atau mempelajari ilmu pengetahuan alam. Pengelolaan mata pelajaran IPA khusunya di Sekolah Dasar ialah bertujuan agar siswa dapat berfikir secara ilmiah dan menerapkan konsep-konsep IPA yang diperoleh dari sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Upaya peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar belum sepenuhnya efektif dan efisien jika penggunaan metode dan perolehan hasil belajar siswa belum tercapai secara maksimal. Hal ini sejalan dengan permasalahan kesulitan siswa dalam belajar menguasai IPA pada SD Negeri 2 Tengah-Tengah masih relatif rendah, dimana banyaknya jumlah siswa yang kurang tertarik utnuk belajar IPA yang disebabkan tingkat minat baca siswa rendah, serta ketergantungan siswa dalam belajar terhadap guru. Oleh karenanya perlu diberikan penekanan yang dapat meningkatkan minat baca siswa serta menanamkan kertampilan berpikir kritis. Prosesnya pembelajaran siswa diorentasikan dalam sebuah permainan yang dikemas menjadi proses mengkontruksi dan bukan menerima pengetahuan. Memberikan tugas membaca untuk mencari informasi khususnya tentang IPA, merupakan salah satu cara untuk membiasakan siswa belajar. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajara IPA adalah teka-teki silang (TTS). Penggunaan metode teka-teki silang (TTS) dalam pembelajaran IPA merupakan suatu metode pembelajaran yang diorentasikan pada sebuah permainan yang dapat meningkatnyan minat baca siswa dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan untuk mengisi ruang-ruang kosong yang membentuk kotak dengan huruf-huruf, sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petunjuk pada posoisi mendatar atau menurun dengan bantuan yang ada. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA konsep tumbuhan metode teka-teki silang siswa kelas IV SD Negeri 2 Tengah-Tengah. Tipe penelitian ini menggunakan penelitian deskritif, yaitu untuk mengetahui proses belajar mengajar dengan menggunakan metode teka-teki silang. Penelitian dengan metode teka-teki silang (TTS) dapat dilihat melalui hasil perhitungan Nilai Akhir (NA) bahwa 20 siswa (83,3%) dengan kualifikasi tuntas dan 4 siswa (18,7%) dengan kualifikasi belum tuntas. Dari hasil yang diperoleh menunjukan bahwa adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah menerapkan metode Teka-Teki Silang (TTS) konsep tumbuhan pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Tengah-Tengah.


Kata Kunci : Teka-Teki Silang (TTS), Hasil Belajar, Konsep Tumbuhan.






BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), merupakan salah satu pelajaran inovatif yang merupakan gabungan dari sains yang pada hakikat intinya sama-sama merangkup atau mempelajari ilmu pengetahuan alam. Pengelolaan mata pelajaran IPA khusunya di Sekolah Dasar ialah bertujuan agar siswa dapat berfikir secara ilmiah dan menerapkan konsep-konsep IPA yang diperoleh dari sekolah dalam kehidupan sehari-hari.
Memberikan tugas membaca untuk mencari informasi khususnya tentang IPA, merupakan salah satu cara untuk membiasakan siswa belajar baik dalam kelompok maupun sendiri dan sekaligus meningkatnya minat baca mereka. Penggunaan metode teka-teki silang dalam pembelajaran IPA merupakan suatu metode pembelajaran yang diorentasikan pada sebuah permainan yang dapat meningkatnyan minat bacaan siswa dengan cara mencari jawaban atas pertanyaan untuk mengisi ruang-ruang kosong yang membentuk kotak dengan huruf-huruf, sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petunjuk pada posoisi mendatar atau menurun dengan bantuan yang ada.
Mengingat siswa Sekolah Dasar Negeri 2 Tengah-Tengah yang selama ini kemampuan siswanya secara heterogen perlu adanya perhatian  dan penekanan yang dapat meningkatkan minat baca siswa serta menanamkan kertampilan berpikir kritis siswa dan hasil belajar yang di capai akan dapat tercapai cecara maksimal.
Dari uraian diatas peneliti merasa tertarik untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Teka Teki Silang Konsep Tumbuhan Pada Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Tengah Tengah”.
  
1.2.  Rumusan Masalah
Apakah dengan mengunakan motode teka-teki silang dapat meningkatkan hasil belajar IPA Konsep Tumbuhan Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Tengah-Tengah ?


1.3.   Tujuan Penelitian
Untuk meningkatkan hasil belajar IPA konsep tumbuhan metode teka-teki silang siswa kelas IV SD Negeri 2 Tengah-Tengah.

1.4.   Manfaat Penelitian
1.    Bagi Siswa
a.    Dapat dijadikan sebagai dasar untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehingga dapat menambah peningkatan prestasi belajar yang lebih baik.
b.    Pembelajaran akan lebih menarik dan tidak membosankan bagi siswa.
c.    Meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran.
d.   Dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
2.    Bagi Guru
a.    Membantu guru dalam meningkatkan kemampuannya dalam mengajar.
b.    Guru dapat mengembangkan kemampuan merencanakan metode atau strategi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi ajar dan kebutuhan siswa.
c.    Memberikan pengalaman dan tambahan wawasan bagi guru tentang model pembelajaran yang inovatif.
3.    Bagi Sekolah
Memberikan masukan dalam mengembangkan dan menerapkan metode teka-teki silang sebagai jembatan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

1.5.   Penjelasan Istilah
1.     Hasil Belajar adalah tingkat penguasaan yang telah dicapai oleh siswa setelah mengikuti program belajar yang dibuktikan dengan nilai yang diperoleh melalui hasil tes (Sardiman, 2006).
2.      Metode teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk (Hidayati, 2009)
3.      Konsep tumbuhan adalah pembelajaran IPA Sekolah Dasar terhadap bagian-bagian tertentu pada struktur  dan fungsi bagian tumbuhan. (Haryanto, 2007).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.   Belajar dan Pembelajaran


Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan, (Logan, dkk, 1976) dalam Sia Tjundjing (2001:70).
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup.  Makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, (Subiyanto, 2007)

2.2.    Ciri-Ciri Belajar
Ciri-ciri belajar, Asri Budiningsih, 2002 :78-79 sebagai berikut:
  1. Siswa berpartisipasi aktif meningkatkan minat dan tercapainya tujuan instruksional.
  2. Adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan.
  3. Belajar merupakan proses berkelanjutan hingga mendapat pengertian yang mendalam, sehingga hasil belajar itu diterima oleh peserta didik apabila memberi kepuasan pada kebutuhanya dan berguna serta bermakna baginya.
  4. Mengembangkan kemampuan siswa kearah lebih maju dan baik, hasil belajar yang telah dicapai bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah, jadi tidak sederhana dan statis.

2.3.   Hasil Belajar
Hasil belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

1.    Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual yang mencakup jenjang: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
2.    Aspek afektif adalah peraan emosi atau nilai. Afektif memilki jenjang, yakni : penerimaan, tanggapan, penilaian, pengorganisasian dan pemeran.
3.    Aspek psikomotorik. Aspek psikomotorik memiliki jenjang, yakni: persepsi, kesiapan, respon, mekanisme, respon kompleks, penyesuaian dan kreativitas.

2.4.  Tujuan Pembelajaran IPA
Tinjauan utama pendidikan IPA ialah agar siswa memahami konsep-konsep IPA yang sederhana dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dengan lebih menyadari kebesaran dan kebiasaan pencipta alam semesta (Hadiat, 1996;2).

2.5.   Pengertian Teka-Teki Silang
Dalam buku Tell Me WhenScience and Technology, teka-teki silang pertama kali muncul di suratkabar New York World pada tanggal 21 Desember 1913. Teka-teki silang pertama ini disusun oleh Arthur Winn yang diterbitkan pada lembar tambahan edisi hari minggu surat kabar.
Dalam pembelajaran, teka-teki silang merupakan sebuah permainan yang cara mainnya yaitu mengisi ruang-ruang kosong yang berbentuk kotak dengan huruf-huruf sehingga membentuk sebuah kata yang sesuai dengan petujuk.

2.6.   Teka-Teki Silang Sebagai Media Pembelajaran
Teka-teki silang akan dijadiakn media pembelajaran peserta didik , mengingat karakteristik permainan TTS yang mudah dan menyenangkan, diharapkan dapat mempermudah proses pembelajaran selain itu karakteristik peserta didik yang umumnya senang untuk diajak bermain.
(Anitah Sri, 2010)
Langkah-Langkah Teka-Teki Silang Dalam Pembelajaran  Sebagai Berikut :
1.      Menugaskan siswa untuk membaca buku paket pegangan siswa (materi topok yang akan dibahas pada TTS)
2.      Kontes pengisian TTS dengan batasan-batasan waktu (boleh buka buku)
3.      Ketika memperoleh jawaban TTS dari buku paket, maka setiap jawaban pada buku paket tersebut harus digaris bawahi dengan pensil atau stabilo (untuk belajar dalam persiapan menghadapi assesmen kompetensi dasar tersebut)
4.      Saat mengerjakan TTS, siswa bebas melakukan dengan cara masing-masing dengan sumber-sumber belajar yang tersedia di kelas. (tidak mencontek, tidak tanya teman tetapi melihat/membaca buku, dan sumber yang tersedia. Guru memastikan bahwa jawaban ada pada sumber-sumber belajar yang tersedia.
5.      Usai mengerjakan, hasil pekerjaan dikumpulkan dan langsung diadakan koreksi , sambil menyampaikan jawaban benar atas pertanyaan TTS. Pada saat ini dapat diadakan dialog untuk memecahkan persoalan kesulitan siswa dalam proses mengisi TTS-nya, serta penjelasan tentang hal-hal yang tidak dipahami siswa.
6.      Guru memberikan nilai/skor dan didokumentasi sebagai hasil unjuk kerja belajar siswa (dimasukan ke nilai tugas).
7.      Guru siswa bersepakat mengenai waktu Uji Kompetensi untuk menguji apakah siswa telah menguasai kompetensi yang dipelajarinya. Bentuk Uji Kompetensinya dapat berupa TTS juga, dengan format TTS yang berbeda dan di batasi dengan waktu serta tutup buku (close book).
8.      Hasil assesment dapat memberi gambaran seberapa penguasaan siswa atas kompetensi yang telah di pelajari.
Widyarso A, 2008
Kelebihan dan Kekurangan Metode Teka-Teki Silang
A.    Kelebihan
a.       Peserta didik lebih aktif dan kreatif untuk harus berfikir untuk mencari mencari jawaban
b.      Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik sebab dalam mengisi TTS kondisi pikiran yang jernih, rileks dan tenang akan membuat memori otak kuat,.
c.       Mencegah kepikunan dini.
B.     Kekurangan
a.       Membutuhkan waktu yang lama
b.      Materi-materi yang berupa menjelaskan atau memaparkan tidak dapat dijadikan bahan TTS., (Hidayati, 2009).

2.7.  Ruang Lingkup Materi
  Struktur dan Fungsi Tumbuhan


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.   Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini menggunakan penelitian deskritif, yaitu untuk mengetahui proses belajar mengajar dengan menggunakan metode teka-teki silang.

3.2.    Tempat dan Waktu Penelitian
a.       Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Tengah-Tengah Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah.
b.      Waktu
Penelitian ini berlangsung sejak tanggal 4 - 30 November 2013.

3.3.   Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 2 Tengah-Tengah yang berjumlah 24 orang.

3.4.    Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel tunggal yaitu hasil belajar IPA konsep tumbuhan dengan menggunakan metode teka-teki silang.

3.5.  Instrumen Penelitian
1.      Tes merupakan metode pengumpulan data yang sifatnya mengevaluasi hasil proses (post-test). Metode tes ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa terkait pembelajaran IPA konsep tumbuhan.
2.      Observasi ialah metode pengumpulan data secara sistematis melalui pengamatan afektif dan psikomotor siswa terhadap fenomena yang diteliti.
3.      Angket merupakan alat pengumpulan data yang berupa serangkaian daftar pertanyaan untuk dijawab oleh siswa.
3.6.   Teknik Pengumpulan Data
1.      Perangkat tes yang dilaksanakan berdasarkan indikator materi yang telah di terapkan
2.      Perangkat observasi pengamatan afektif dan psikomotor yang digunakan untuk mengetahui kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung
3.      Perangkat angket sebagai respon siswa terkait  metode yang diterapkan

3.7.    Prosedur Penelitian
1.      Tahap persiapan
a.    Menyusun program RPP
b.    Menyusun Instrumen Penelitian
2.      Tahap pelaksanaan
a.       Pembelajaran
b.      Memberikan angket pada siswa untuk mendapatkan data terhadap pembelajaran IPA konsep tumbuhan dengan  menggunakan metode teka-teki silang siswa kelas IV SD Negeri Tengah-Tengah
c.       Melakukan dokumentasi dan observasi.

3.8.  Teknik Analisis Data
Nilai =  x 100
(Arikunto, 2009: 245) :
Tabel 3.1 Pedoman penilaian Acuan Patokan (PAP)
Interval
Frekuensi
Presentase
Kualifikasi
85 – 100
75 – 84
65 – 74
54 – 64
0 -  53
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
          Arikunto, 2010 : 45
Rumus Nilai Akhir (NA) dapat dilihat sebagai berikut :
NA =
Keterangan :
NA = Nilai Akhir
K = Nilai Kognitif
A = Nilai Afektif
P = Nilai Psikomotor
Nilai Akhir (NA) diketahui, selanjutnya dikovirmasikan berdasarkan tingkat pencapaian Kriterian Ketuntasan Minimal (KKM) sekolah sebagai berikut;
Tabel 3.2 Kriteria Ketuntasan Minimal
Kriteria Ketuntasan Minimal
Kualifikasi  Nilai Akhir (NA)
 65
Tuntas
 65
Belum Tuntas

Sumber : SDN 2 Tengah-Tengah
Tabel 3.3 Kriteria Interpretasi Skor Angket
Nilai Angka
Predikat
0 - 20
21 - 40
41 - 60
61- 80
81 - 100
Sangat Lemah
Lemah
Cukup
Kuat
Sangat Kuat
          (Ridwan, 2009:89)












BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1   Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini diawali dengan kegiatan observasi awal dan kegiatan wawancara dengan guru bidang studi kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Tengah-Tengah.

4.2   Deskripsi Kemampuan Kognitif
Tabel 4.1 Presentase Kemampuan Tes Awal
Interval
Frekuensi
Presentase
Kualifikasi

85 – 100
75 – 84
65 – 74
54 – 64
0 -  53
0
0
0
0
24
0%
0%
0%
0%
100%
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal



24
100



Tabel 4.2 Presentase Kemampuan Tes Akhir
Interval
Frekuensi
Presentase
Kualifikasi
85 – 100
75 – 84
65 – 74
54 – 64
0 -  53
4
7
9
4
0
16,7%
29,2%
37,5
16,7%
0%
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal

24
100


Sumber : Hasil Penelitian Pada SDN 2 Tengah-Tengan (Lampiran 8) 2013
Berdasarkan hasil perolehan pada Tabel 4.2, menjukkan bahwa terdapat 4 siswa (16,7%) dengan kualifikasi sangat baik atau tuntas, 7 siswa (29,2%) dengan kualifikasi baik atau tuntas, 9 siswa (37,5%) dengan kualifikasi cukup atau tuntas, 4 siswa (16,7%) dengan kualifikasi kurang atau belum tuntas dan tidak ada siswa dengan kualifikasi gagal atau belum tuntas.

4.3  Deskripsi Tingkat Kemampuan Dalam  Kerja Kelompok
       Tabel 4.3 Kualifikasi Pengusaan Hasil Kerja Kelompok
Kelompok
Jumlah Siswa
Pertemuan 01
Kualifikasi
Pertemuan 02
Kualifikasi

Nilai
Nilai
I
5
70
Baik
90
Sangat Baik
II
4
80
Baik
100
Sangat Baik
III
5
60
Cukup
80
Baik
IV
5
80
Baik
100
Sangat Baik
V
5
70
Cukup
90
Sangat Baik
       

4.4.  Deskripsi Kemampuan Pengamatan Siswa Selama Proses Pembelajaran
A.  Kemampuan Afektif  Siswa
       Tabel 4.4 Data Kemampuan Afektif  siswa Pada  Pertemuan I-II
Interval
Pertemuan I
Pertemuan II
Kualifikasi
Frekuensi
Presentase
Frekuensi
Presentase
85 – 100
75 – 84
65 – 74
54 – 64
0 -  53
0
11
6
6
1
0%
45,8%
25%
25%
4,2%
12
11
1
0
0
50%
45,8%
4,2%
0%
0%
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal

24
100
24
100

     
       Tabel 4.5 Rata-rata Kemampuan Afektif 
Interval
Rata-rata Afektif
Kualifikasi
Frekuensi
Presentase
85 – 100
75 – 84
65 – 74
54 – 64
0 -  53
5
10
7
2
0
20,8%
41,7%
29,2%
8,3%
0%
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal

24
100

     
B.   Kemampuan Psikomotor Siswa
     Tabel 4.6 Data Kemampuan Psikomotor Siswa Pada Pertemuan I-II
Interval
Pertemuan I
Pertemuan II
Kualifikasi
Frekuensi
Presentase
Frekuensi
Presentase
85 – 100
75 – 84
65 – 74
54 – 64
0 -  53
0
9
6
7
2
0%
37,5%
25%
29,2%
8,3%
10
12
2
0
0
41,7%
50%
8,3%
0%
0%
Sangat Baik
Baik
Cukup
kurang
Gagal

24
100
24
100

     

       Tabel 4.7 Rata-rata Kemampuan Psikomotor
Interval
Rata-rata Psikomotor
Kualifikasi
Frekuensi
Presentase
85 – 100
75 – 84
65 – 74
54 – 64
0 -  53
4
11
6
3
0
16,7%
45,8%
25%
12,5%
0%
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Gagal

24
100

     

4.5 Deskripsi Kemampuan Nilai Akhir (NA)
Hasil nilai akhir (NA) siswa  dari keseluruhan aspek-aspek pembelajaran dapat ditunjukkan pada tabel sebagai berikut ;
Tabel 4.8 Presentase Pencapaian Nilai Akhir (NA)
Kriteria Ketuntasan Minimal
Frekuensi
Presentase
Kualifikasi  Nilai Akhir (NA)
 65
20
83,3%
Tuntas
 65
4
16,7%
Belum Tuntas

4.6  Deskripsi Tanggapan Siswa Terhadap Angket Terkait Metode TTS
     Tabel 4.9 Hasil Tanggapan Angket Siswa

Pertanyaan
Frekuensi
SS
S
R
TS
STS
Angket A
23
(95,8%)
1
(4,2%)
0
0
0
Angket B
15
(62,5%)
8
(33,3%)
1
(4,2%)
0
0
Angket C
8
(33,3%)
12
(50%)
4
(16,7%)
0
0
Angket D
14
(58,3%)
10
(41,7%)
0
0
0
Angket E
9
(37,5%)
12
(50%)
3
(12,5%)
0
0
Angket F
14
(58,3%)
10
(41,7%)
0
0
0
Angket G
8
(33,3%)
13
(54,2%)
3
(12,5%)
0
0
Angket H
11
(45,8%)
13
(54,2%)
0
0
0

Sumber : Hasil Penelitian Pada SDN 2 Tengah-Tengan (Lampiran 27) 2013

Keterangan :
SS   : Sangat Setuju
S     : Setuju
R     : Ragu-ragu
TS   : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju


4.7  Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan dari hasil perolehan pada tes awal siswa yang diperoloh menunjukkan bahwa tidak ada siswa dengan perolehan sangat baik, baik, cukup atau (tuntas), kurang, dan 24 siswa (100%) dengan kualifikasi gagal atau (belum tuntas). Hal ini sejalan dengan pendapat Subroto (2002) yang menyatakan bahwa nilai yang diperoleh  adalah nol atau hanya sedikit saja yang menjawab dengan benar. Dari hasil yang diperoleh dapat memberikan indikasi bahwa keberhasilan hasil belajar siswa masih jauh di bawah ketuntasan yang diharapkan. Hal ini wajar dikarenakan siswa belum diberikan muatan berupa pembelajaran dalam penyelesaian soal yang diberikan, serta siswa tidak memiliki kesiapan sebelum mengikuti pembelajaran.
A.    Penilaian Kognitif
Menurut Subroto (2002) menyampaikan bahwa tes akhir adalah tes yang diberikan pada siswa setelah proses belajar mengajar selesai. Tujuan dari tes ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan daya ingat siswa terhadap pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
Berdasarkan hasil perolehan tes akhir dari hasil analisis pekerjaan siswa konsep tumbuhan dengan metode TTS menunjukan bahwa terdapat 4 siswa (16,7%)  yang mencapai kualifikasi sangat baik atau tuntas, 7 siswa (29,2%) dengan kualifikasi baik atau tuntas, 9 siswa (35,5%) dengan kualifikasi cukup atau tuntas dan 4 siswa (16,7%) dengan kualifikasi kurang atau belum tuntas. Dari hasil tersebut menujukkan adanya penigkatan pada hasil belajar siswa dari nilai tes awal sebelumnya. Hal yang menjadikan peningkatan tersebut karena pembelajaran dengan metode TTS mampu mengurangi kejenuhan siswa ketika belajar karena adanya pembelajaran yang menyenangkan yang melibatkan siswa untuk mengasah kemampuan berfikir, dapat membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar, menimbulkan minat baca mereka untuk terlibat aktif dalam pembelajaran baik secara individu maupun diskusi kelompok, karena dengan metode TTS merupakan pembelajaran yang memberikan nuansa bermain untuk siswa, sehingga secara tidak sadar siswa telah melakukan proses pembelajaran dan akan mempermudah siswa dalam memahami konsep pelajaran yang dibahas. Selain itu juga meode TTS dapat meransang siswa berfikir kritis dan kreatif dalam menghubungkan kotak-kotak yang saling berhubungan sehingga merangsang daya nalar siswa dalam menjawab sehingga pemahaman konsep pelajaran lebih lama diingat oleh siswa, seperti yang dijelaskan oleh Suyatno, (2008) bahwa mengajar dengan teka-teki silang dikelas terutama untuk menguatkan pencantolan konsep ke dalam memori.
B.     Penilaian Afektif
Sesuai dengan perolehan pengamatan pada aspek afektif pertemuan pertama tidak ada siswa yang mencapai nilai dengan kualifikasi sangat baik, 11 siswa (45,8%) dengan kualifikasi baik, 6 siswa (25%) dengan kualifikasi cukup, 6 siswa (25) dengan kualifikasi kurang dan 1 siswa (4,2%) dengan kualifikasi gagal. Dari perolehan pengamatan afektif pada pertemuan pertama dapat disimpulkan bahwa ada siswa yang mampu menanggapi pembelajaran dengan antusias namun ada siswa yang kurang mampu menanggapi pembelajaran dengan antusias, hal ini karena siswa belum terbiasa dengan menggunakan metode teka teki silang selain itu siswa belum terbiasa bekerja sama dalam kelompok, siswa belum berani mengungkapkan pendapat pada saat diskusi kelompok, ketertiban dalam kelas belum kodusif. Pengamatan afektif pertemuan pertama menunjukkan bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki. Pengamatan afektif siswa dikatakan berhasil jika kemampuan siswa mampu menanggapi pembelajaran berdasarkan aspek-aspek yang di teliti.
Sedangkan pada pertemuan kedua pengamatan aspek afektif diperoleh bahwa terdapat 12 siswa (50%) dengan kualifikasi sangat baik, 11 siswa (45,8%), dengan kualifikasi baik, 1 siswa (4,2%) dengan kualifikasi cukup dan tidak terdapat siswa dengan kualifikasi, kurang atau gagal. hal ini karena sebagian besar siswa telah mampu menanggapi pembelajaran dengan antusias namun ada pula sebagian kecil siswa yang kurang mampu menanggapi aspek-aspek pembelajaran.
Pengmatan afektif siswa pada pertemuan pertama hingga pertemuan kedua ternyata, pada pertemuan kedua menunjukan adanya peningkatan terhadap aspek-aspek yang diteliti. Ini berarti adanya interaksi kelompok dan kemandirian siswa dalam menggali informasi saat proses belajar mengajar mereka telah terlibat aktif dan antusias selama mengikuti proses pembelajaran IPA, sehingga peningkatan tersebut akan berdampak pula pada peningkatan hasil belajar kognitifnya. Hal ini senada yang diungkapkan oleh Widyarso A, (2008) yang menjelaskan bahwa dengan menggunakan teka-teki silang, presentase keterlibatan siswa dalam belajar akan menjadi tinggi, karena guru telah membangun pemahaman siswa dari pengalaman belajarnya berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Pembelajaran dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan dari mengamati menjadi memahami, menemukan jawaban dengan berpikir kritis melalui ketrampilan berlajarnya.
C.    Penilaian Psikomotor
Pengamatan psikomotor merupakan salah satu aspek penilain yang dapat menunjang keberhasilan siswa dalam mencapai pembelajaran yang dimaksud. Pelaksanaan aspek psikomotor diambil berdasarkan fakta-fakta selama kegiatan pembelajaran berlangsung yaitu ; Kecepatan siswa mengerjakan soal TTS yang diberikan tepat dengan waktu yang ditentukan terkait dengan konsept tumbuhan, ketetapan siswa menjawab pertanyaan TTS dengan baik dan benar terkait dengan konsep tumbuhan, kemampuan siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan kemampuan menyimpulkan materi dengan lengkap terkait dengan konsep tumbuhan.
Sesuai dengan pengamatan psikomotor menunjukan bahwa pertemuan pertama bahwa tidak ada siswa yang mencapai nilai dengan kualifikasi sangat baik, 9 siswa (37,5%) dengan kualifikasi baik, 6 siswa (25%) dengan kualifikasi cukup, 7 siswa (29,2%) dengan kualifikasi kurang dan 2 siswa (8,3%) dengan kualifikasi gagal. Perolehan pengamatan psikomotor siswa pada pertemuan pertama dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kurang tepat mengerjakan soal teka-teki silang sesuai dengan waktu yang ditentukan, siswa kurang mampu menjawab pertanyaan teka- teki silang dengan baik dan benar, siswa kurang mampu mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, siswa kurang mampu menyimpulkan materi dengan lengkap. Pertemuan pertama menujukkan bahwa terdapat kekurangan-kekurangan yang diperoleh siswa disetiap aspeknya hal ini dikarenakan pembelajaran IPA dengan menggunkan metode teka-teki silang belum pernah diterapkan, sehigga pada lembaran kerja TTS siswa cenderung malas membaca untuk mencari jawaban, siswa kurang mampu dan masih malu terhadap teman maupun guru dalam menjelaskan pelajaran, dan yang lebih sering pembelajaran mandiri. Pengamatan psikomotor siswa dikatakan berhasil jika kemampuan siswa mampu menanggapi pembelajaran berdasarkan aspek-aspek yang diteliti.
Sedangkan pada pertemuan kedua pengamatan psikomotor bahwa terdapat 10 siswa (41,7%) dengan kualifikasi sangat baik, 12 siswa (50%) dengan kualifikasi baik, 2 siswa (8,3%) dengan kualifikasi cukup, dan tidak ada siswa dengan kualifikasi kurang atau gagal. Penilaian psikomotor pada pertemuan kedua menunjukan sebagian besar siswa mampu menanggapi aspek –aspek yang diteliti dengan antusias, namun ada juga sebagian siswa yang kurang mampu menanggapai aspek-aspek dengan antusias.
Walaupun aspek psikomotor pada pertemuan kedua masih ada beberapa siswa yang kurang mampu menguasai semua aspek yang diteliti, namun pada pertemuan kedua menunjukan adanya peningkatan jika dilihat dari pertemuan pertama. Dengan kata lain bahwa siswa telah mengalami perubahan, dimana siswa telah banyak mengetahui, memahami dan memperoleh pengetahuan penting dari pengalaman belajarya. Dengan demikian siswa akan dapat memperbaiki kesalahan dalam meningkatkan pengetahunnya atau mengalami perubahan di setiap kegiatan pembelajaran. Dari hal inilah yang merupakan salah satu pemicu meningkatnya ketrampilan berpikir siswa, dimana metode TTS juga menerapkan bagian dari metode inquiri. Metode Inquiri menurut (Alfred Novak dalam Haury : 1993) inquiri merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Ini berarti dari peningkatan tersebut berkaitan dengan aktivitas dan ketrampilan aktif yang terfokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu.
D.    Nila Akhir (NA)
Nilai Akhir (NA) yang dimaksud. Nilai kognitif (50%) yaitu nilai yang diperoleh melalui tes akhir, nilai afektif (25%) yaitu nilai rata-rata yang diperoleh memaluli penilaian proses pengamatan pertemuan I-II dan, nilai psikomotor (25%) yaitu nilai rata-rata yang diperoleh melalui penilaian proses pengamatan pertemuan I-II.
Sesuai dengan hasil perolehan Nilai Akhir (NA) menunjukkan banhwa terdapat 20 siswa (83,3%) dengan kualifikasi tuntas dan terdapat 4 siswa (18,7%) dengan kualifikasi belum tuntas.

E.     Hasil Angket
Dengan pemberian aknget ini akan diketahui minat atau kesulitan siswa dalam menerima suatu metode dan materi pembelajaran yang diterapkan guru, sehingga dapat membantu guru kedepannya dalam menetapkan atau mencari solusi yang tepat serta sesuai dengan karakteristik metode dan materi yang diberikan. Selain itu juga pemberian angket ini juga merupakan suatu kegiatan penilaian yang berkaitan dengan TTS, seperti yang diungkapkan oleh Asmawi Zainul (1995 : 5) bahwa penilaian adalah suatu proses untuk menambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan instrumen tes maupun non-tes. Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan atau psikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Asmawi Zainul (2001 : 8).
Berdasarkan hasil tanggapan angket menunjukan bahwa terdapat (53,1%) dengan jawaban Sangat Setuju (SS), (41,1%) dengan jawaban Setuju (S), (5,7%) dengan jawaban Ragu-ragu (R) dan tidak ada siswa dengan tanggapan Tidak Setuju (ST) atau Sangat Tidak Setuju (STS). Dengan melihat dari hasil angket tanggapan siswa dengan metode TTS dalam pembelajaran IPA konsep tumbuhan dapat memberikan indikasi yang baik. Artinya tanggapan siswa terhadap angket pada metode TTS terdapat kesesuaian dengan perolehan hasil belajar siswa, yakni dengan metode TTS telah mampu meningkatkan hasil belajar siswa.







BAB V
PENUTUP
5.1.  Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa melalui metode teka-teki silang konsep tumbuhan pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Tengah-Tengah, hal ini dapat dilihat melalui pada perhitungan Nilai Akhir (NA) bahwa terdapat 20 siswa 83,3% tuntas belajar dan terdapat 4 siswa 18,7%) belum tuntas belajar.

5.2.  Saran
1.   Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode teka teki silang akan lebih baik jika di fasilitasi dengan seperangkat pembelajaran yang memadai, sehingga siswa dapat mengembangkan kreatifitasnya dan ketrampulan berfikirnya.
2.   Bagi guru, agar sebelum menyajikan pembelajaran kepada siswa, hendaknya lebih selektif dalam memilih metode, maupun media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, agar siswa tidak merasa bosan dan yang lebih penting lagi agar pembelajaran yang diajarkan dapat dipahami dengan baik.
3.    Dengan melihat hasil belajar dan tanggapan respon siswa terhadap angket yang diberikan maka kedepanya penerapan dengan metode TTS pada pembelajaran IPA hendaknya akan digunakan dalam pembelajaran sehingga akan membantu siswa untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik serta menjadi guru IPA yang kreatif dan inovatif.











DAFTAR PUSTAKA

Anitah S, 2010. Media Pembelajaran. Surakarta : Yuma Pustaka.

Arikunto S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Asri, Budiningsih, 2002. Teori-teori Belajar. Bandung : Rosdakarya.

Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Bloom, 2008. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.

Dapertemen Pendidikan Nasional. (2001). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas.

Hadiat. 1996. Alam Sekitar Kita 2. Jakarta: Depdikbud.

Haryanto, 2007. Sains Untuk Sekolah Dasar Kelas IV. Jakarta. Gelora Aksara Prtama : Penerbit Erlangga.

Haury. 1993. Membuat Kuis Teka-Teki Silang. (2008) [Online]. Tersedia : Http://www.psb-psma.org/content/blog/2008.

Hidayati N, 2009. Manfaat Teka-Teki Silang Sebagai Penambah Wawasan dan Mengasah Kemampuan. Diaskes November 13, 2009 at 12:31.

Irwanto.  1997. Psikologi Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Masidjo. A.,1995, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Rajawali Press, Jakarta.

Mudzakir A. 1997. Psikologi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.

Nasution. 2004. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Ridwan, 2009. Belajar Muda Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Alfa Beta. Bandung.


Sia, Tjundjing. 2001. Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU. Jurnal Anima Vol.17 no.1.

Simonson, M (1956). Sistem Instruksional dan Desain melalui Pendidikan Jarak Jauh.

Subiyanto. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya : UNESA Universitas Press.

Subroto, 2002. Proses Belajar Mengajar Disekolah. Rhineka Cipta : Jakarta .

Sadirman. A. M., 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Edisi 1-13, Gravindo Persada, Jakarta.

Suyatno, 2008. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo : Masmedia Buana Pustaka.

                    ,2001. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Widyarso A, 2008. Belajar IPS Dengan Teka-Teki Silang (TTS). (http://www.smk3ae.wordpress.com.alm.html/16-10-2008).

Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo.

Zainul A, 2001. Penelitian Hasil Belajar. Jakarta. Dirjen Dikti Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar